Pertemuan 43
KAJIAN MANHAJ
Dari kitab:
Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutubi wath Thawa'if
(Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan)
Penulis:
Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali حفظه الله تعالى
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
JAWABAN DARI ASY-SYAIKH RABI' حفظه الله
1. Dalam hadits tersebut di atas disebutkan ada lima masa, yaitu:
1. MASA JAHILIAH DAN KEJELEKAN YANG ADA DI MASA ITU.
2. MASA DIUTUSNYA RASULULLAH صلى الله عليه وسلم, dan masa para sahabat beliau yang mulia, sampai munculnya fitnah di masa Khalifah Utsman رضي الله عنه, di masa ini hanya berisi kebaikan secara mutlak.
3. MASA FITNAH.
Ini terjadi setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan رضي الله عنه, di masa ini penuh dengan kejelekan.
4. MASA PENUH KEBAIKAN, AKAN TETAPI ADA DAKHAN.
Ini terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz رحمه الله, sebagaimana dijelaskan dalam Syarh Al-Qadhi 'Iyadh, atau masa terjadinya perdamaian antara Al-Hasan dan Muawiyah. Adapun dakhan mungkin terjadi di masa pemerintahan setelah Umar bin Abdul Aziz, atau seperti yang telah diisyaratkan oleh Al-Hafidz, seperti pada masa pemerintahan Ziyad dan putranya (Ibnu Ziyad), dan pada kekuasaan Hajjaj bin Yusuf dan yang semisalnya, atau kemungkinan makna hadits lebih luas dari yang digambarkan oleh Al-Hafizh dan Al-Qadhi 'Iyadh.
2. Saudara Ahmad Ash-Shuyan berpendapat bahwa hadits ini merupakan dalil harus adanya muwazanat (seimbang) antara penyebutan yang baik maupun yang buruk dalam menjelaskan individu, kelompok-kelompok, maupun menjelaskan kitab-kitab.
Maka sesuai dengan manhajnya, seharusnya dia menjelaskan mana muwazanat dalam semua masa yang disebutkan dalam hadits tersebut, dan dia tidak melakukan hal itu, akan tetapi hanya ada satu saja dari keempat masa tersebut yang memang ada muwazanat (yakni di masa yang keempat, ada kebaikan tapi juga ada kejelekan/dakhan di masa itu), mengapa Ahmad Ash-Shuyan tidak menyebutkan adanya muwazanah di semua (keemapat-masa) tersebut?!
Jawabannya, mengapa dia tidak mampu menunjukkan hal itu, kemungkinan karena:
A. Jika dia berusaha untuk mengatakan bahwa ada muwazanat pada empat masa tersebut, maka berarti dia menyelisihi hadits, sebab hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil yang sesuai dengan manhajnya.
B. Atau kemungkinan dia tidak memahami hadits tersebut dengan pemahaman yang haq, dia tidak memahami luasnya makna hadits tersebut.
Dari kedua kemungkinan di atas, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil bagi manhajnya, bahkan menjadi hujjah atas manhajnya (yakni membantah manhaj muwazanatnya).
3. Sesuai dengan manhaj muwazanatnya, maka hal itu mengharuskan untuk bermuamalah secara objektif dan adil, serta menerapkan muwazanat/keseimbangan baik kepada mukmin maupun kafir, kepada ahlussunnah maupun kepada ahlul bid'ah. Maka saya bertanya kepadanya, mana muwazanat di keempat masa tersebut yang kenyataannya tidak diterapkan muwazanat dalam keempat masa tersebut?!
Ini mengingatkan saya akan penjelasan Ibnul Qayyim dan selainnya terhadap orang-orang yang fanatik Mazhab, ketika mereka hanya mengambil potongan-potongan hadits untuk dijadikan hujjah/dalil mereka yakni yang cocok dengan Mazhab mereka, sebaliknya mereka tidak mengambil potongan hadits yang tidak sesuai dengan mazhabnya, sebab ia bahkan akan menjadi hujjah atas mereka (membantah mazhabnya), dan berlawanan dengan kefanatikan mereka terhadap pendapat-pendapatnya, juga potongan hadits yang mereka ambil sebagai dalil itupun tidak mendukung mazhab mereka.
•••━════━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Senin, 27 Jumadil Awwal 1442 H / 11 Januari 2021.
______
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.
Barakallahu fikunna
#NAManhaj #NAManhaj43
Tags:
NAManhaj