KAJIAN FIKIH
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
KITABUSH SHIYAM (KITAB TENTANG PUASA) ~ Pertemuan 11
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
KAPAN ORANG YANG SAKIT BOLEH BERBUKA DAN KAPAN TIDAK BOLEH
1. Apabila puasa berat baginya dan berbahaya.
Seperti orang yang sakit ginjal dan diabet, jika berbahaya bagi penyakitnya, maka haram berpuasa.
Berdasarkan firman Allah ta’ala,
"Janganlah kalian membinasakan diri kalian sendiri." (QS. An-Nisa: 29)
2. Apabila puasa berat baginya tapi tidak berbahaya.
Maka hukumnya makruh berpuasa, dan disunnahkan berbuka.
3. Apabila puasa tidak berat dan tidak berpengaruh baginya
Seperti sakit pilek, pusing ringan, dan semisalnya, maka tidak halal baginya berbuka.
1⃣ PERMASALAHAN PERTAMA
▪Seandainya orang tua yang tidak mampu berpuasa, atau orang sakit yang tidak diharapkankan kesembuhannya melakukan safar (untuk berobat misalnya), maka apa yang wajib dilakukannya?
Jawaban:
Dia dihukumi seperti orang mukim, dan wajib baginya untuk membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari kepada orang miskin, karena fidyah (bagi orang tua renta dan orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya) tidak ada bedanya baik ketika safar maupun mukim.
2⃣ PERMASALAHAN KEDUA
Apabila seorang yang mukim berniat puasa hari itu, lalu dia safar di siang hari.
Jawaban:
Dia boleh berbuka. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
"Barang siapa sakit atau safar, maka hendaklah menggantinya (qadha) di hari-hari yang lain."
Maka dia berbuka sebab dia safar, karena dia termasuk orang yang diberi rukhshah untuk tidak berpuasa.
Dan juga berdasarkan As-Sunnah, dari hadits Jabir رضي الله عنه,
"Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika keluar pada waktu Yaumul Fath dalam keadaan berpuasa, sehingga ketika sampai di Kura'ul Ghamim, beliau meminta satu wadah air setelah waktu Ashar, lalu beliau minum, dalam keadaan semua orang (para sahabat) melihatnya." HR. Muslim (1114).
Begitu pula banyak atsar dari para sahabat dalam permasalahan ini.
3⃣ PERMASALAHAN KETIGA
Apakah disyaratkan bagi musafir untuk berbuka ketika telah keluar dari kotanya, ataukah boleh berbuka sebelum keluar dari kotanya?
Jawaban:
Pendapat yang benar, bahwa tidak boleh berbuka sehingga dia keluar dari kotanya, sebab dia belum dikatakan safar ketika masih di dalam kotanya, dan dia masih niat untuk safar, oleh karena itu tidak boleh pula dia mengqashar shalat sehingga dia sudah keluar dari kotanya. Dan dia boleh membatalkan puasanya (berbuka) dengan apapun, baik makanan, minuman, ataupun dengan melakukan jimak.
4⃣ PERMASALAHAN KEEMPAT
🔏 Bersambung insya Allah
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Diposting ulang hari Senin, 11 Ramadhan 1441 H / 4 Mei 2020 M
#NAFiqih #NAFQ193
لاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ.
2. Apabila puasa berat baginya tapi tidak berbahaya.
Maka hukumnya makruh berpuasa, dan disunnahkan berbuka.
3. Apabila puasa tidak berat dan tidak berpengaruh baginya
Seperti sakit pilek, pusing ringan, dan semisalnya, maka tidak halal baginya berbuka.
1⃣ PERMASALAHAN PERTAMA
▪Seandainya orang tua yang tidak mampu berpuasa, atau orang sakit yang tidak diharapkankan kesembuhannya melakukan safar (untuk berobat misalnya), maka apa yang wajib dilakukannya?
Jawaban:
Dia dihukumi seperti orang mukim, dan wajib baginya untuk membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari kepada orang miskin, karena fidyah (bagi orang tua renta dan orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya) tidak ada bedanya baik ketika safar maupun mukim.
2⃣ PERMASALAHAN KEDUA
Apabila seorang yang mukim berniat puasa hari itu, lalu dia safar di siang hari.
Jawaban:
Dia boleh berbuka. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Barang siapa sakit atau safar, maka hendaklah menggantinya (qadha) di hari-hari yang lain."
Maka dia berbuka sebab dia safar, karena dia termasuk orang yang diberi rukhshah untuk tidak berpuasa.
Dan juga berdasarkan As-Sunnah, dari hadits Jabir رضي الله عنه,
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى غزوة الفتح فصام حتى بلغ كراع الغميم...فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون إليه.
"Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika keluar pada waktu Yaumul Fath dalam keadaan berpuasa, sehingga ketika sampai di Kura'ul Ghamim, beliau meminta satu wadah air setelah waktu Ashar, lalu beliau minum, dalam keadaan semua orang (para sahabat) melihatnya." HR. Muslim (1114).
Begitu pula banyak atsar dari para sahabat dalam permasalahan ini.
3⃣ PERMASALAHAN KETIGA
Apakah disyaratkan bagi musafir untuk berbuka ketika telah keluar dari kotanya, ataukah boleh berbuka sebelum keluar dari kotanya?
Jawaban:
Pendapat yang benar, bahwa tidak boleh berbuka sehingga dia keluar dari kotanya, sebab dia belum dikatakan safar ketika masih di dalam kotanya, dan dia masih niat untuk safar, oleh karena itu tidak boleh pula dia mengqashar shalat sehingga dia sudah keluar dari kotanya. Dan dia boleh membatalkan puasanya (berbuka) dengan apapun, baik makanan, minuman, ataupun dengan melakukan jimak.
4⃣ PERMASALAHAN KEEMPAT
🔏 Bersambung insya Allah
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Diposting ulang hari Senin, 11 Ramadhan 1441 H / 4 Mei 2020 M
#NAFiqih #NAFQ193
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
● http://www.nisaa-assunnah.com/p/nafiqih.html
● http://www.nisaa-assunnah.com
🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀