KAJIAN FIKIH
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
KITABUSH SHIYAM (KITAB TENTANG PUASA) ~ Pertemuan 24
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
HUKUM TENTANG QADHA PUASA
DISUNNAHKAN UNTUK LANGSUNG MENGQADHA PUASA (yakni tidak ditunda-tunda):
1. Karena lebih dekat dengan waktu puasa fardhu.
2. Bersegera dalam menjalankan kewajiban.
3. Lebih berhati-hati, dan seharusnya segera mengqadha langsung setelah 'Id.
1. Karena lebih dekat dengan waktu puasa fardhu.
2. Bersegera dalam menjalankan kewajiban.
3. Lebih berhati-hati, dan seharusnya segera mengqadha langsung setelah 'Id.
Permasalahan pertama:
1. TIDAK BOLEH MENUNDA QADHA RAMADHAN SAMPAI RAMADHAN TAHUN DEPAN TANPA ADA UZUR, BERDASARKAN:
1. Hadits Aisyah رضي الله عنها:
"Dahulu aku pernah berhutang puasa Ramadhan, maka aku tidak dapat meng-qadha-nya kecuali sampai bulan Sya'ban." HR. Al-Bukhari (1749) dan Muslim (1146)
Perkataan Aisyah رضي الله عنها 'aku tidak dapat', menunjukkan bahwasanya beliau tidak mengakhirkan qadha puasa sampai Ramadhan berikutnya.
2. Karena menunda-nunda qadha puasa sampai datang Ramadhan berikutnya sama seperti orang yang menunda-nunda shalat fardhu sampai datang waktu shalat berikutnya, dan ini tidak boleh.
Adapun dalil bolehnya menunda qadha puasa sebelum datang Ramadhan berikutnya adalah firman Allah ta'ala:
"Maka gantilah (qadha puasa) di hari-hari lain."
Dalam ayat di atas tidak disyaratkan harus langsung mengqadha (yakni tidak harus qadha langsung setelah bulan Ramadhan).
Adapun jika ada uzur seperti sakit terus menerus sampai datang Ramadhan berikutnya, maka dia boleh untuk tidak berpuasa, sebab jika di bulan Ramadhan saja boleh dia tidak puasa karena sakit, padahal itu puasa fardhu, maka apalagi di waktu-waktu dia harus qadha tentu lebih dibolehkan dia untuk tidak berpuasa.
Permasalahan kedua:
2. SAHKAH PUASA SUNNAH SEBELUM QADHA PUASA?
Sah, sebab waktu qadha luas, akan tetapi yang lebih utama adalah memulai qadha puasa sebelum puasa-puasa sunnah.
Kecuali puasa sunnah enam hari Syawal jangan mendahului qadha puasa Ramadhan, andaikata puasa sunnah Syawal lebih dulu sebelum qadha, maka itu termasuk puasa sunnah mutlak (bukan termasuk puasa sunnah muqayyad yang dinamakan puasa 6 hari Syawal), juga tidak memperoleh pahala seperti yang ada dalam hadits riwayat Imam Muslim dalam sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
"Barang siapa puasa Ramadhan kemudian diikuti enam hari Syawal, maka seperti puasa setahun."
Maka hadits di atas merupakan dalil bagi orang yang puasa Ramadhan (sempurna satu bulan), dan bagi orang yang berhutang puasa maka dia wajib qadha sebab dia belum teranggap telah puasa secara sempurna satu bulan Ramadhan.
Permasalahan ketiga:
3. ORANG YANG MENGAKHIRKAN QADHA SAMPAI RAMADAN BERIKUTNYA TANPA UZUR:
Bersambung insya Allah
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Diposting ulang hari Ahad, 24 Ramadhan 1441 H / 17 Mei 2020 M
#NAFiqih #NAFQ210
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
1. TIDAK BOLEH MENUNDA QADHA RAMADHAN SAMPAI RAMADHAN TAHUN DEPAN TANPA ADA UZUR, BERDASARKAN:
1. Hadits Aisyah رضي الله عنها:
كان يكون علي الصوم من رمضان، فما أستطيع أن أقضيه إلا في شعبان.؟
"Dahulu aku pernah berhutang puasa Ramadhan, maka aku tidak dapat meng-qadha-nya kecuali sampai bulan Sya'ban." HR. Al-Bukhari (1749) dan Muslim (1146)
Perkataan Aisyah رضي الله عنها 'aku tidak dapat', menunjukkan bahwasanya beliau tidak mengakhirkan qadha puasa sampai Ramadhan berikutnya.
2. Karena menunda-nunda qadha puasa sampai datang Ramadhan berikutnya sama seperti orang yang menunda-nunda shalat fardhu sampai datang waktu shalat berikutnya, dan ini tidak boleh.
Adapun dalil bolehnya menunda qadha puasa sebelum datang Ramadhan berikutnya adalah firman Allah ta'ala:
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ
"Maka gantilah (qadha puasa) di hari-hari lain."
Dalam ayat di atas tidak disyaratkan harus langsung mengqadha (yakni tidak harus qadha langsung setelah bulan Ramadhan).
Adapun jika ada uzur seperti sakit terus menerus sampai datang Ramadhan berikutnya, maka dia boleh untuk tidak berpuasa, sebab jika di bulan Ramadhan saja boleh dia tidak puasa karena sakit, padahal itu puasa fardhu, maka apalagi di waktu-waktu dia harus qadha tentu lebih dibolehkan dia untuk tidak berpuasa.
Permasalahan kedua:
2. SAHKAH PUASA SUNNAH SEBELUM QADHA PUASA?
Sah, sebab waktu qadha luas, akan tetapi yang lebih utama adalah memulai qadha puasa sebelum puasa-puasa sunnah.
Kecuali puasa sunnah enam hari Syawal jangan mendahului qadha puasa Ramadhan, andaikata puasa sunnah Syawal lebih dulu sebelum qadha, maka itu termasuk puasa sunnah mutlak (bukan termasuk puasa sunnah muqayyad yang dinamakan puasa 6 hari Syawal), juga tidak memperoleh pahala seperti yang ada dalam hadits riwayat Imam Muslim dalam sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال كان كصيام الدهر.
Maka hadits di atas merupakan dalil bagi orang yang puasa Ramadhan (sempurna satu bulan), dan bagi orang yang berhutang puasa maka dia wajib qadha sebab dia belum teranggap telah puasa secara sempurna satu bulan Ramadhan.
Permasalahan ketiga:
3. ORANG YANG MENGAKHIRKAN QADHA SAMPAI RAMADAN BERIKUTNYA TANPA UZUR:
Bersambung insya Allah
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
Diposting ulang hari Ahad, 24 Ramadhan 1441 H / 17 Mei 2020 M
#NAFiqih #NAFQ210
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi: