๐๐ช Berhari Raya & Berqurban Bersama Pemerintah & Kaum Muslimin
๐Dari Abu Hurairah ุฑุถู ุงููู ุนูู bahwasanya Nabi ๏ทบ telah bersabda:
ุงูุตَّْูู ُ َْููู َ ุชَุตُูู َُูู َูุงِْููุทْุฑُ َْููู َ ุชُْูุทِุฑَُูู َูุงْูุฃَุถْุญَู َْููู َ ุชُุถَุญَُّูู
▪“Puasa itu adalah hari ketika kalian seluruhnya berpuasa, Idul Fitri adalah hari di mana kalian berbuka dan Idul Adha adalah hari ketika kalian menyembelih qurban.” (HR Tirmidzi, dengan Tuhfatul Ahwadzi, 2/37)
๐Selain itu ada pula hadits mauquf yang semakna dengan ini dari Aisyah dikeluarkan oleh al-Baihaqi dari jalan Abu Hanifah, ia berkata:
▪“Menyampaikan kepadaku Ali bin Aqmar dari Masruq, bahwa ia mendatangi rumah Aisyah pada hari Arafah (dalam keadaan tidak berpuasa–pent.).
▪Aisyah berkata, “Berilah Masruq minuman dan perbanyaklah halwa untuknya.” Masruq berkata, “Tidaklah menghalangiku untuk berpuasa pada hari ini, kecuali aku khawatir hari ini adalah hari raya nahr (Idul Adha). Maka Aisyah pun berkata:
ุงููุญุฑ ููู ููุญุฑ ุงููุงุณ ، ู ุงููุทุฑ ููู ููุทุฑ ุงููุงุณ
▪“Hari Raya Nahr adalah hari manusia menyembelih, dan Idul Fitri adalah hari ketika manusia berbuka (iaini tidak lagi berpuasa)”.
☝๐ผBerkata asy-Syaikh al-Albani: “Saya katakan riwayat ini sanadnya baik, seperti riwayat yang sebelumnya”. (Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, hal. 442)
✅ Asy-Syaikh al-Albani mengatakan:
1⃣: Al-Imam At-Tirmidzi berkata setelah menukilkan hadits ini: “Hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ulama bahwa maknanya adalah berpuasa dan Idul Fitri itu bersama jama’ah dan bersama kebanyakan manusia“. (Tuhfatul Ahwadzi, 2/37)
2⃣: Al-Imam Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam 2/72 mengatakan: “Pada hadits ini ada dalil bahwa yang teranggap dalam menetapkan hari raya adalah kebersamaan manusia. Dan bahwasanya seorang yang menyendiri dalam mengetahui masuknya hari raya dengan melihat hilal (bulan sabit) tetap wajib mengikuti kebanyakan manusia. Hukum ini wajib dia ikuti, apakah dalam waktu sholat, Idul Fitri atau pun berqurban”.
3⃣: Abul Hasan as-Sindi dalam catatan kakinya terhadap Sunan Ibnu Majah, setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah ุฑุถู ุงููู ุนูู dalam riwayat di atas mengatakan sebagai berikut: “Tampaknya makna hadits ini adalah bahawa perkara-perkara tersebut bukan haknya pribadi-pribadi tertentu. Dan tidak boleh seseorang menyendiri dalam masalah tersebut, tetapi urusan ini dikembalikan kepada imam dan jama’ah kaum muslimin seluruhnya. Wajib bagi setiap peribadi mengikuti kebanyakan manusia dan penguasanya. Dengan demikian jika seseorang melihat hilal tetapi penguasa menolaknya, maka semestinya dia tidak menetapkan perkara-perkara tadi pada dirinya sendirian, sebaliknya wajib baginya mengikuti kebanyakan manusia”.
๐ (Dinukil dari Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, juz I, hal. 443-444)
๐ฅRisalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 7/V/8/2011
๐ ll ู ุฌู ูุนุฉ ุทุฑูู ุงูุณูู ll ๐
๐ www.thoriqussalaf.com
๐ http://telegram.me/thoriqussalaf
————————
*) Telah disesuaikan dengan konteks bahasa Indonesia. Teks asli dalam konteks bahasa Malaysia.
~~~~~~
๐ฌ Diposting ulang hari Jum'at, 5 Dzulhijjah 1439 H / 17 Agustus 2018 M
๐ http://www.nisaa-assunnah.com
๐ http://t.me/nisaaassunnah
๐ Nisaa` As-Sunnah ๐