يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, padanya ada malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah pada segala sesuatu yang Dia perintahkan dan senantiasa melaksanakan segala yang diperintahkan kepada mereka.”(at-Tahrim: 6)
Hendaknya pula dia melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,
الرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ، وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang suami adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia akan diminta pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya.”
Tidak boleh dia melalaikan anak-anaknya. Dia harus mengajari mereka adab sesuai dengan kondisi mereka dan sesuai pula dengan kesalahan mereka.
Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّ ةَالِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun.”
Hendaknya dia mengetahui bahwa amanat yang dipikulnya ini kelak akan ditanyakan kepadanya pada hari kiamat. Hendaknya dia mempersiapkan jawaban yang benar sehingga bisa terlepas dari beban tanggung jawab ini.
Dia akan memetik buah amalan yang telah dia lakukan. Jika amalannya baik, buahnya juga baik. Jika amalannya jelek, jelek pula buahnya. Bisa jadi, seseorang diberi hukuman semasa dia masih di dunia dengan anak-anaknya yang durhaka kepadanya, tidak menghormatinya, dan tidak menunaikan haknya.”