KAJIAN FIKIH
Dari kitab:
Fiqhu Al-Mar`ati Al-Muslimati
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin _رحمه الله_
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Akhawati fillah, kita sampai pada penjelasan bahwa dalil-dalil yang dipakai oleh mereka yang berpendapat TIDAK KAFIR orang yang meninggalkan shalat itu tidak keluar dari LIMA perkara, tiga perkara sudah kita kaji, sekarang kita lanjutkan pada bagian keempat:
4. Dalil umum tapi dibatasi dengan sesuatu yang tidak mungkin disertai dengan meninggalkan shalat.
Contohnya, sabda Rasulullah _صلى الله عليه وسلم_ dalam hadits Utbah bin Malik:
*فإن الله حرم على النار من قال لا اله الا الله يبتغي بذلك وجه الله*
"Maka Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dalam keadaan dia hanya mengharapkan Wajah Allah." (HR. Bukhari)
*ما من أحد يشهد أن لا اله الا الله وأن محمدا رسول الله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار*
"Tidaklah seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hatinya, kecuali Allah haramkan untuknya neraka." (HR. Bukhari)
niat yang ikhlas, dan
kejujuran dalam hati,
pasti akan mencegahnya dari MENINGGALKAN SHALAT.
Tidaklah seseorang yang bersyahadat dengan ikhlas dan jujur, kecuali pasti keikhlasan dan kejujurannya akan mengantarkan untuk MENEGAKKAN SHALAT.
Sebab SHALAT adalah:
tiang Islam, dan
penghubung antara hamba dengan Rabb-nya.
Maka jika dia jujur dalam mencari Wajah Allah, pasti dia akan berusaha melakukan segala amal untuk bisa menghubungkan dan mendekatkan dirinya dengan Allah, dan menghindari semua yang menjauhkan dirinya dari Allah.
Begitu pula yang bersyahadat dengan jujur dari hatinya, pasti kejujurannya itu akan mengantarkan untuk MENEGAKKAN SHALAT dengan ikhlas hanya untuk Allah ta'ala serta dengan mengikuti Rasulullah _صلى الله عليه وسلم_, SEBAB HAL ITU, YAKNI:
SYAHADAT YANG IKHLAS DAN JUJUR MENGHARUSKAN ORANGNYA UNTUK MENEGAKKAN SHALAT (yakni tidak mungkin dia akan meninggalkan shalat, pen.)
5. Dalil yang terikat dengan kondisi adanya uzur untuk meninggalkan shalat.
Contohnya, hadits riwayat Ibnu Majah (dalam bab Hilangnya Al-Quran dan Ilmu), dari Hudzaifah ibnul Yaman berkata, Rasulullah _صلى الله عليه وسلم_ bersabda,
*يدرس الإسلام كما يدرس وشي الثوب*
"Islam akan pudar seperti pudarnya corak pada baju."
Yakni di akhir zaman Islam akan hilang, begitu pula syariat Islam termasuk SHALAT akan hilang dan tidak ada lagi yang mengerjakan shalat. (selesai keterangan pen.)
Dan juga dalam hadits yang sama seperti di atas:
*وتبقى طوائف من الناس الشيخ الكبير والعجوز يقولون: أدركنا ٱباءنا على هذه الكلمة لااله الا الله فنحن نقولها*
"Yang tersisa adalah golongan orang-orang yang sudah tua, di mana mereka berkata, 'Kami mengetahui bapak-bapak kami dahulu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah ini, dan kami meniru mengucapkannya'."
"Tidak ada gunanya mereka hanya mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dalam keadaan mereka tidak memahami, tidak shalat, tidak puasa, tidak haji, dan tidak zakat."
Maka Hudzaifah berpaling darinya, dan dia mengulangi pertanyaan yang sama sampai tiga kali, tapi Hudzaifah selalu berpaling, dan untuk yang ketiga kalinya Hudzaifah menjawab,
"Wahai perawi, mereka itu selamat dari neraka (tidak masuk neraka), diulangi tiga kali oleh Hudzaifah رضي الله عنه.
Mereka yang tidak masuk neraka hanya dengan mengucapkan kalimat laa ilaha illallah itu MEMPUNYAI UZUR untuk meninggalkan shalat bahkan syariat Islam yang lainnya, sebab MEREKA TIDAK MENGERTI, mereka mel
akukan amal sesuai kemampuan. (Ini hanya khusus untuk umat manusia di akhir zaman mendekati hari kiamat, uzur tersebut bukan untuk manus
ia di zaman sekarang, di mana Islam masih dikenal dan berkembang, pen.)
Keadaan mereka itu serupa dengan orang yang mati sebelum mengerjakan amalan fardhu, atau belum mampu mengerjakan syariat Islam, misalnya:
seseorang yang mati setelah mengucapkan kalimat syahadat dan belum pernah mengerjakan syariat Islam, atau
seseorang masuk Islam di negeri kafir, lalu dia mati sebelum mengerjakan shalat atau syariat Islam yang lain, maka orang ini TIDAK MASUK NERAKA.
Maka kesimpulannya:
Dalil -dalil yang dipakai oleh mereka yang berpendapat TIDAK KAFIR orang yang meninggalkan shalat, tidak kuat pendalilannya, sebab dalil-dalil mereka:
lemah, tidak jelas,
tidak ada sisi pendalilannya,
bersifat umum, tidak khusus untuk orang yang meninggalkan shalat,
bersifat khusus hanya bagi orang yang ada uzur untuk bolehnya meninggalkan shalat, atau
dalil umum, tapi maknanya khusus kafirnya orang yang meninggalkan shalat.
Apabila telah jelas kafirnya orang yang meninggalkan shalat berdasarkan dalil-dalil yang shahih, jelas, tidak ada pertentangan padanya, maka WAJIB menghukumi:
KAFIR, dan
MURTAD,
untuk orang yang meninggalkan shalat, karena ada atau tidak adanya hukum tergantung pada illahnya (sebabnya), hukum ini berlaku pada murtadnya orang yang meninggalkan shalat atau selainnya.
Keterangan pen.:
Kaidah ushul fikih di atas, bahwa ada atau tidak adanya hukum tergantung pada illahnya (sebabnya), maksudnya:
adanya hukum murtad jika ada sebabnya, yaitu meninggalkan shalat,
tidak ada hukum kafir dan murtad, jika tidak ada sebabnya, yakni tidak kafir jika tidak meninggalkan shalat.
BERSAMBUNG insya Allah.
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 27 Dzulqa'dah 1437 H / 30 Agustus 2016 M.
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan ketika jadwal Tanya Jawab hari Kamis dan Jum'at awal September pekan ini.
Barakallahu fikunna
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
● http://annisaa.salafymalangraya.or.id
Channel Telegram
● http://bit.ly/nisaaassunnah
● http://bit.ly/fiqihwanitamuslimah
Nisaa` As-Sunnah