PERTANYAAN 1
Bismillah.
Ana ingin menanyakan, jika kita lupa shalat Ashar lalu kita baru menyadari bila belum mengerjakan shalat Ashar pas bertepatan dengan waktu terlarang untuk shalat, apakah boleh kita langsung mengerjakan shalat di waktu tersebut, ataukah ditunda sampai adzan Maghrib, lalu kita shalat Ashar dulu, lalu dilanjutkan shalat Maghrib?
Karena ana pernah membaca, Rasulullah ï·º pernah melakukannya di waktu perang, tetapi ana ragu tentang kebenaran artikel tersebut.
Jazakillahu khairan.
JAWABAN
Orang yang lupa, ketiduran, atau pingsan sehingga meninggalkan shalat, maka dia WAJIB segera shalat ketika ingat, ketika bangun, atau ketika sadar dari pingsannya dan tidak boleh ditunda-tunda, meskipun ketika itu di waktu terlarang untuk shalat.
Benar bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersama para sahabat lupa shalat Ashar karena disibukkan dengan menggali parit waktu perang Khandaq dan ingat ketika menjelang Maghrib yakni waktu terlarang, maka beliau dan para sahabat shalat Ashar kemudian dilanjutkan shalat Maghrib.
Barakallahu fiki.
PERTANYAAN 2
Ustadzah, saya mau bertanya, bagaimana kita menjelaskan kepada orang yang menarik sumbangan untuk acara bid'ah, semisal untuk acara maulid Nabi, agar mereka bisa memahaminya?
Dan bagaimana bila petugas penarik sumbangan itu tetap memaksa kita untuk menyumbang?
Apakah kita berikan sumbangan saja, dengan harapan dan niatan dalam hati tidak ikhlas untuk acara bid'ah itu?
Dan bagaimana adab yang benar untuk menolak dengan cara yang halus?
Jazakillahu khairan Ustadzah.
JAWABAN
Memberikan sumbangan untuk acara bid'ah sama artinya dengan 'tolong menolong dalam dosa' yang terlarang.
Tolaklah dengan cara yang makruf, sampaikan bahwa masing-masing orang punya keyakinan yang berbeda dan tidak boleh memaksa orang lain yang berbeda dengan kita, untuk harus mengikuti kehendak kita, dengan penyampaian yang santun dan tegas insya Allah kita selamat dari paksaan mereka.
Barakallahu fiki.
PERTANYAAN 3
Bismillah.
Ustadzah ana mau bertanya, apa hukumnya jika kita berganti pendapat tentang masalah fidyah dan qadha?
Jika dulu melakukan fidyah karena hamil dan menyusui, kemudian saat hamil yang kedua setelah Ramadhan berniat akan melakukan qadha, diperbolehkan atau tidak?
Keyakinan hati antara fidyah dan qadha sama-sama kuat.
Atau jika sudah yakin dengan fidyah, maka harus fidyah terus.
Atau jika sudah yakin qadha, maka harus qadha terus, dan tidak boleh berganti-ganti?
Jazakillahu khairan atas jawaban Ustadzah.
JAWABAN
Perbedaan pendapat tentang qadha dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui, memang masing-masingnya memiliki dalil yang kuat, mungkin bisa menimbulkan kebingungan bagi yang kurang ilmu dan keyakinan ketika telah memilih salah satu dari dua pendapat tersebut. Untuk itu dibutuhkan ilmu dan pemahaman yang dalam ketika mempelajari dalilnya, bahkan kita dilarang TAKLID BUTA, ikut-ikutan orang banyak tanpa mengerti dalil. Berubah-ubah dan berganti-ganti pendapat boleh asalkan dengan mempelajari dalil yang semakin menambah keyakinan atas kebenaran pendapat yang kita pilih, bukan karena taklid dengan teman dekat tanpa melihat dalil.
Barakallahu fiki.
PERTANYAAN 4
Afwan Ustadzah mau bertanya, apakah dzikir setelah shalat sunnah sama dengan dzikir setelah shalat fardhu?
Bila tidak sama, bagaimana bunyi dzikir setelah shalat sunnah?
Jazakumullah khairan wabarakallahu fikum
JAWABAN
Dzikir yang ada adalah setelah shalat fardhu, adapun setelah shalat sunnah tidak ada dzikir kecuali setelah shalat witir.
Barakallahu fiki.
PERTANYAAN 5
Bismillah.
Ada seorang bapak berkata, "saya bermimpi tadi malam, Allah memberikan petunjuk kepada saya yang mengharuskan agar saya puasa selama 100 hari untuk penyembuhan saya."
Dan beliaupun berpuasa, saat itu di bulan Syawal dan beliau berkata, "saya pun akan mengerjakannya dengan niat puasa untuk penyembuhan diri saya dan sekaligus mengganti puasa Ramadhan yang bolong-bolong kemarin."
Sementara beliau tidak shalat dan kalau diberi masukan, beliau tidak mau mendengarkan.
Apakah puasanya sah dan bagaimana dengan puasa dan mimpi tersebut?
Mohon penjelasan dan masukan dari Ustadzah. jazakumullah khairan
JAWABAN
Mimpi itu ada 2 macam:
- mimpi yang benar dari Allah, dan
- mimpi buruk dan kedustaan dari setan.
Adapun mimpi diperintah untuk puasa selama 100 hari adalah mimpi kedustaan dari setan, sebab dalam Islam tidak ada syariat puasa selama 100 hari, dan maksimal puasa yang diperintahkan hanya 30 hari di bulan Ramadhan.
Dan juga yang menunjukkan itu dari setan yaitu "Allah hanya memerintahkan suatu ibadah melalui Rasul-Nya, dan kerasulan sudah ditutup oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir."
Maka mimpi seseorang yang berisi wahyu atau ilham yang memerintahkan suatu ibadah yang tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka itu adalah wahyu dan ilham dari setan yang menipu dan menyesatkan.
Adapun orang yang puasa tapi tidak shalat maka puasanya tidak sah, sebab syarat sahnya puasa, salah satunya adalah Islam, sedangkan orang yang tidak shalat dihukumi kafir.
Allahu a'lam wa barakallahu fiki
PERTANYAAN 6
Bismillah.
Afwan Ustadzah, apa hukum memelihara hewan peliharaan seperti ikan hias dan kelinci di dalam rumah?
Jazakillahu khairan untuk jawaban Ustadzah.
JAWABAN
Hukum memelihara hewan adalah 'mubah' (boleh) dengan syarat tidak menelantarkan dan menyiksa, yakni memberinya makan dan minum dan segala sesuatu untuk kemaslahatan hewan tersebut, sebab Allah menciptakan binatang, tumbuhan, bumi, langit, demi untuk kemaslahatan khalifah di muka bumi, yakni untuk manusia yang telah bersedia mengemban tugas suci untuk ibadah hanya kepada Allah.
Barakallahu fiki.
http://annisaa.salafymalangraya.or.id
http://bit.ly/nisaaassunnah
Nisaa` As-Sunnah