KAJIAN FIKIH
Dari kitab:
Fiqhu Al-Mar`ati Al-Muslimati
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
بسم الله الرحمن الرحيم
:الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد
Saudaraku seiman, semoga rahmat Allah dilimpahkan kepadaku dan kepada kalian semua.
Dalam kajian yang lalu, telah dijelaskan dalil-dalil dari Al-Quran juga dari As-Sunnah, bahwa orang yang meninggalkan shalat dihukumi kafir.
Sekarang kita kembali pada isi kitab:
Dan tidak disebutkan dalam Al-Quran maupun As-Sunnah, bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak dihukumi kafir atau dianggap sebagai orang mukmin.
Dari semua dalil yang ada menunjukkan tentang _keutamaan tauhid_ berupa syahadat,
لا اله الا الله و أن محمدا رسول الله
Kalimat tauhid tersebut bisa jadi terikat dengan ikatan dalam nash itu sendiri, yang dengannya tidak mungkin seseorang meninggalkan shalat.
Atau bisa jadi kalimat tauhid tersebut terikat dengan keadaan tertentu dari seseorang yang ada UZUR untuk meninggalkan shalat.
Atau umum lalu dilarikan kepada yang dalil-dalil (khusus) yang menghukumi kafirnya orang yang meninggalkan shalat.
Maka kembali pada kaidah ushul fikih, bahwa yang KHUSUS lebih didahulukan dari yang umum.
Apabila ada yang bertanya, "Tidak bolehkah membawa nash-nash yang menunjukkan hukum kafirnya orang yang meninggalkan shalat, bahwa yang dimaksud adalah orang yang meninggalkan shalat disertai MENENTANG HUKUM WAJIBNYA SHALAT?
Maka kami jawab:
"Tidak boleh, karena ada dua alasan:
Membuang sifat yang telah ditetapkan oleh pembuat syariat dan hukum yang digantungkan dengannya.
Karena pembuat hukum syariat (Allah ta'ala) menetapkan hukum KAFIR bagi yang MENINGGALKAN shalat tanpa ada tambahan keterangan bagi yang mengingkari hukum wajibnya shalat.
Begitu pula mereka yang dianggap SAUDARA sesama muslim adalah yang MENDIRIKAN shalat tanpa harus disertai dengan menyatakan tentang hukum wajibnya shalat.
Dan Allah ta'ala TIDAK berfirman,
فإن تابوا وأقروا بوجوب الصلاة
"Maka jika mereka taubat dan menyatakan tentang wajibnya shalat."
{فَإِن تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ}
"Maka jika mereka taubat dan mendirikan shalat." (QS. At-Taubah: 11)
"Beda antara kita dengan mereka adalah menyatakan (mengikrarkan) wajibnya shalat, maka barang siapa yang menentang wajibnya shalat sungguh dia telah kafir."
Andaikata seperti itu makna yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, maka hal itu menyalahi keterangan dalam Al-Quran, sedangkan Allah telah berfirman,
{وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ}
"Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab yang menjelaskan segala sesuatu." (QS. An-Nahl: 89)
{وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ}
"Dan Kami telah menurunkan peringatan kepadamu agar engkau jelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (QS. An-Nahl: 44)
Karena MENGINGKARI wajibnya shalat lima waktu mengharuskan kafirnya orang tersebut, dengan syarat tidak ada UZUR KEJAHILAN pada orang tersebut, baik dia mendirikan shalat maupun meninggalkan shalat.
Andaikata seseorang shalat lima waktu dia kerjakan dengan sempurna disertai syarat, rukun, wajib, dan sunnah-sunahnya shalat, akan tetapi dia MENGINGKARI hukum WAJIBNYA shalat tanpa ada uzur berupa kejahilan padanya, maka orang tersebut dihukumi KAFIR padahal dia tidak meninggalkan shalat.
Maka jelaslah dengan keterangan di atas, bahwa menyeret nash-nash tentang orang yang MENINGGALKAN shalat diartikan dengan MENGINGKARI wajibnya shalat adalah TIDAK BENAR
Keterangan pen.:
Dari keterangan panjang lebar di atas, maka kami simpulkan bahwa:
1. Dihukumi kafir orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, meskipun dia membaca dua kalimat syahadat.
Meskipun telah maklum adanya, bahwa membaca dua kalimat syahadat merubah orang kafir menjadi muslim, tapi jika dia sengaja meninggalkan shalat, maka dia dihukumi kafir.
2. Orang yang mengingkari wajibnya shalat lima waktu bukan karena kejahilannya, maka dia juga dihukumi kafir, meskipun dia tidak meninggalkan shalat lima waktu.
Begitu pula sebaliknya, orang yang shalat tapi dia mengingkari wajibnya shalat, maka dia dihukumi kafir.
3. Sementara itu ada sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa seseorang itu dihukumi KAFIR jika MENENTANG HUKUM WAJIBNYA shalat lima waktu, yakni menurut mereka bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir jika dia masih yakin hukum wajibnya shalat lima waktu, ini pendapat yang salah, pendapat yang menyimpang dari Al-Quran maupun As-Sunnah.
Sedangkan yang benar adalah: KAFIRNYA seseorang jika dia MENINGGALKAN SHALAT dengan sengaja tanpa melihat apakah dia meyakini atau mengingkari hukum wajibnya shalat lima waktu.
(selesai keterangan pen.)
Dan yang benar bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir. KAFIR yang mengeluarkan dari agama Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan hal itu dalam hadits riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Sunannya dari Ubadah bin Shamit رضي الله عنه,
لا تشركوا بالله شيئا، ولا تتركوا الصلاة عمدا، فمن تركها عمدا متعمدا فقد خرج من الملة
"Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu, dan janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengaja, maka barang siapa meninggalkan shalat dengan disengaja maka sungguh dia telah keluar dari Islam."
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 21 Syawal 1437 H / 26 Juli 2016 M.
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan ketika jadwal Tanya Jawab hari Kamis dan Jum'at awal Agustus.
Barakallahu fikunna
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website
● http://annisaa.salafymalangraya.or.id
Channel Telegram
● http://bit.ly/nisaaassunnah
● http://bit.ly/fiqihwanitamuslimah
Nisaa` As-Sunnah