KAJIAN FIQIH
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah
(=Fiqih Wanita Muslimah)
Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
بسم الله الرحمن الرحيمالحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Saudariku sesama muslimah, semoga rahmat Allah dilimpahkan untukku dan untuk kalian semua.
Kita lanjutkan kembali kajian fiqih, sampai pada
bab HAIDH dan NIFAS.
Pekan lalu kita sampai pada pembahasan WAKTU dan LAMAnya haidh, yakni:
1. USIA datangnya haidh
2. LAMAnya haidh
KETERANGAN 1
USIA datangnya haidh:
Pada umumnya, usia datangnya haidh antara
12 - 50 tahun.
Tetapi bisa jadi wanita mengalami haidh sebelum usia 12 tahun, atau haidh masih datang pada usia lebih dari 50 tahun, hal itu tergantung pada:
✔ 1). Keadaan wanita (keturunan dan kondisi kesehatan, pen.)
✔ 2). Lingkungannya
✔ 3). Suhu tubuhnya.
Para ulama رحمهم الله berselisih pendapat:
"Apakah ada BATASAN USIA datangnya haidh?"
Sebab, ada wanita yang mengalami haidh sebelum usia 12 tahun dan ada pula yang tidak lagi mengalami haidh setelah usia 50 tahun, sehingga akhirnya dihukumi:
Darah yang keluar sebelum usia 12 tahun dihukumi darah 'fasad'/rusak, begitu juga darah yang keluar setelah usia 50 tahun dihukumi darah fasad, BUKAN darah haidh.
Para ulama KHILAF dalam masalah BATASAN usia seperti di atas.
Berkata Ad-Darimi رحمه الله setelah menyebutkan berbagai khilaf:
"Menurut saya, semua pendapat (tentang batasan usia, pen.) itu salah, sebab kembalinya kepada 'wujud' (keberadaan), yakni di usia berapapun ketika keluar darah pada wanita, maka wajib dihukumi sebagai darah haidh, wallahu a'lam".
Pendapat Ad-Darimi رحمه الله inilah yang BENAR.
Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله:
"Kapan saja darah haidh keluar dari seorang wanita, maka dihukumi HAIDH, meskipun keluarnya sebelum usia 9 tahun, ataupun keluarnya di usia 50 tahun lebih, karena hukum haidh, Allah dan Rasul-Nya menggantungkan pada 'wujud' nya, Allah dan Rasul-Nya tidak menggantungkan pada usia tertentu.
Maka yang wajib adalah kembali kepada 'wujud'.
Membatasi haidh dengan USIA tertentu, membutuhkan DALIL dari Al-Kitab atau As-Sunnah, sedangkan kenyataannya TIDAK ADA dalil tentang hal ini.
2. LAMAnya haidh:
Dalam hal ini para ulama juga ada banyak khilaf, ada enam atau tujuh pendapat yang bertentangan.
Berkata Ibnul Mundzir رحمه الله, berkata sebagian ulama:
"Tidak ada batasan minimal, tidak ada pula batasan maksimal hari-hari datangnya haidh."
Saya (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله) berpendapat bahwa pendapat di atas juga sama seperti pendapat Ad-Darimi رحمه الله, juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله, dan inilah pendapat yang BENAR, karena mencocoki Al-Qur'an dan As-Sunnah.
DALIL-DALIL yang menjelaskan bahwa tidak ada batasan hari lamanya haidh, ada 5 dalil.
DALIL 1
Firman Allah ta'ala:
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ ...} [البقرة : 222]
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, katakanlah: "ia (haidh) itu adalah suatu kotoran". Maka jauhilah wanita ketika haidh dan jangan dekati mereka sampai mereka suci."
(QS. Al-Baqarah: 222)
Allah ta'ala menjadikan batasan akhir larangan, adalah ketika SUCI.
Dan tidak membatasinya dengan jumlah HARI, tidak dengan sehari semalam, tiga hari, tidak pula 15 hari.
Maka ini menjadi dalil bahwa yang menjadi sebab hukum haidh adalah 'wujud'/keberadaan darah haidh dan ketiadaan darah haidh/berhenti (bukan jumlah harinya).
Maka kapan pun waktunya ketika ada darah haidh, ditetapkan padanya hukum haidh.
Dan ketika suci, kapan pun waktunya, hilanglah hukum haidh darinya.
Dalil 2. Bersambung in sya Allah
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 19 Shafar 1437 H / 1 Desember 2015
• http://annisaa.salafymalangraya.or.id
• http://telegram.me/nisaaassunnah
Nisaa` As-Sunnah