KAJIAN FIQIH Dari kitab:
Fiqhu al-Mar'ati al-Muslimati
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد :
Saudaraku seiman, semoga Rahmat Allah dilimpahkan kepadaku dan kepada kalian semua.Melanjutkan kajian fiqih, kita sampai pada DALIL-DALIL yang menjelaskan bahwa lamanya haidh tidak ada batasan waktu minimal atau maksimal.
Kita masuki sekarang DALIL KEEMPAT:
Qiyash yang benar, bahwa Allah ta'ala menjadikan haidh sebagai 'adza' (penyakit atau sesuatu yang kotor), maka kapanpun terjadi haidh maka disitu juga ada 'adza', tidak ada bedanya di hari kedua dan hari pertama, tidak pula ada bedanya antara hari ke-3 dan ke-4, hari ke-16 dan hari ke-15, tidak pula pada hari ke-18 dan hari ke-17, jika semua itu yang keluar darah haidh, berarti haidh yang mengandung 'adza'.
'Adza' selalu menyertai darah haidh, tidak pernah terpisahkan antara darah haidh dan adza, maka bagaimana bisa dipisahkan dalam hukum diantara dua hari padahal dalam dua hari itu ada adza yang sama? (yakni mereka menghukumi darah haidh dan hari berikutnya dihukumi darah istihadhah, disebabkan mereka membatasi lamanya masa haidh, ket pen).
Bukankah itu menyelisihi qiyash yang shahih?
Sedangkan qiyash yang benar, bahwa dua hari ketika keluar darah haidh itu disamakan hukumnya sebagai haidh disebabkan adanya 'adza' yang yang sama dalam dua hari tersebut.
Kesimpulannya:
Tidak ada batasan lamanya waktu haidh, jika yang keluar darah haidh, maka dihukumi haidh, karena pada darah haidh itu mengandung 'adza' (penyakit atau kotor) yang itu tidak ada pada darah istihadhah yang suci. (keterangan pen).
DALIL KELIMA:
Ada KHILAF dan pertentangan pada mereka yang berpendapat ada batasan lamanya haidh, ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak ada DALIL yang bisa dijadikan rujukan.
Mereka hanyalah mengikuti hukum IJTIHAD yang bisa saja SALAH atau BENAR, tidaklah salah satunya lebih utama untuk diikuti dari yang lain.
Dan tempat kembali ketika ada perselisihan adalah AL-QUR'AN dan AS-SUNNAH.
Apabila telah jelas kuatnya pendapat yang menyatakan "TIDAK ADA batasan waktu minimal atau maksimal lamanya haidh", dan inilah pendapat yang RAJIH, maka ketahuilah: bahwa semua yang dilihat seorang wanita dari darah yang keluar, jika itu darah kebiasaan/rutinitas dan bukan karena ada luka, maka itu adalah darah HAIDH, tanpa ada ketentuan waktu lamanya (kecuali seperti kebiasaan lamanya hari haidhnya), tidak pula dibatasi usia tertentu, KECUALI jika darah itu keluar terus menerus tanpa ada hentinya, atau berhenti darah hanya sebentar seperti sehari atau dua hari saha dalam sebulan, maka itu darah ISTIHADHAH, yang akan kita kaji sebentar lagi hukum-hukum istihadhah insyaAllah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
"Asal dari semua yang keluar dari rahim adalah HAIDH, sampai ada dalil yang menghukumi istihadhah".
Beliau berkata juga,
"Darah yang keluar dari wanita adalah HAIDH, jika tidak diketahui bahwa itu adalah darah yang keluar dari urat atau karena luka".
Itulah pendapat yang RAJIH dan sesuai dengan dalil, dan itu juga pendapat yang mudah untuk difahami, mudah diamalkan, tidak seperti pendapat mereka yang menyatakan 'adanya batasan'.
Dan pendapat ini, yakni yang menghukumi 'tidak ada batasan waktu haidh' lebih utama untuk diterima karena mencocoki ruh islam serta qaidahnya yang penuh dengan 'kemudahan' dan tidak mempersulit umatnya.
Sebagaimana firman Allah ta'ala:
وما جعل عليكم في الدين من حرج
Juga Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إن الدين يسر، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه
Dan termasuk akhlak Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa beliau jika disuruh memilih antara dua perkara, maka beliau memilih yang paling mudah selama itu bukan dosa. (HR.Bukhari dan Muslim)
HAIDHNYA WANITA HAMIL
Bersambung insyaAllah
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 3 Rabi'ul Awal 1437 H / 15 Desember 2015
● http://annisaa.salafymalangraya.or.id
● http://bit.ly/NisaaAsSunnah
Nisaa` As-Sunnah