KAJIAN FIQIH
Dari kitab:
Tanbiihaat 'ala Ahkaamin Takhtashshu bil Mukminaat
Penulis:
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan حفظه الله
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد :
أخواتي في الله رحمني ورحمكم الله
Melanjutkan kembali kajian kita tentang hukum-hukum perkawinan:
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al-Fatawa (32/90):
"Allah menghalalkan untuk kaum mukmin:
- Menikah
- Mentalak
- Menikahi kembali wanita yang sudah ditalak tiga, setelah dia menikah lagi dengan laki-laki lain.
Sedangkan Nasrani mengharamkan nikah bagi sebagian mereka. Bagi mereka yang boleh menikah, tidak boleh menjatuhkan talak. Sedangkan Yahudi menghalalkan talak.
Tapi jika istri yang ditalak menikah lagi dengan laki-laki lain lalu cerai, suami yang pertama tidak boleh rujuk dengan mantan istrinya.
Bagi Nasrani tidak ada talak. Bagi Yahudi tidak ada rujuk setelah mantan istri menikah dengan orang lain.
Dan Allah ta'ala menghalalkan semua itu untuk orang-orang mukmin."
Berkata Imam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam al-Hadi an-Nabawi (3/149):
"Menjelaskan manfaat jima' dimana hal itu merupakan salah satu tujuan perkawinan, maka jima' pada dasarnya mengandung tiga perkara yang itu merupakan tujuan aslinya, yaitu:
1. Menjaga nasab/keturunan dan berkelanjutannya jenis manusia, sampai mencapai jumlah yang sempurna sesuai dengan takdir Allah, yang muncul di alam ini.
2. Mengeluarkan air mani, yang jika tertahan akan membahayakan seluruh tubuh.
3. Untuk memenuhi hasrat serta mendapati kesenangan dan kenikmatan."
Maka perkawinan memiliki manfaat agung, dan manfaat paling besar adalah:
- Mencegah dari perbuatan zina.
- Menundukkan pandangan dari yang haram.
Termasuk juga dari manfaat perkawinan yaitu:
- Mendapat keturunan dan menjaga nasab.
- Memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa antara suami istri.
- Adanya tolong-menolong antara suami istri untuk mewujudkan keluarga yang shalih, yang merupakan salah satu bentuk bangunan masyarakat muslim secara keseluruhan.
- Suami menanggung dan menjaga istri.
- Istri berkewajiban mengurus rumah dan melaksanakan tugas-tugasnya yang benar dalam kehidupan.
Tidak seperti yang diseru oleh musuh wanita dan musuh masyarakat, dimana mereka menyeru bahwa:
- Wanita adalah patner laki-laki dalam bisnis di luar rumah.
- Mereka mendorong wanita supaya keluar dari rumahnya, dan melepaskan dari tugasnya yang benar sebagai ibu rumahtangga.
- Mereka limpahkan kepada wanita pekerjaan yang tidak layak untuk wanita.
- Lalu mereka limpahkan tugas wanita sebagai ibu rumahtangga kepada selainnya (yakni kepada pembantu).
Maka porak-porandalah tatanan keluarga.
Terjadilah kesalah-pahaman antara suami istri.
Dimana itu semua sering menjadi sebab perceraian,
atau
Keduanya tetap bertahan dalam derita dan sengsara.
Bersambung insya Allah.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله والحمدلله رب العالمين
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Rabu, 23 Dzulhijjah 1436 H / 7 Oktober 2015.