KAJIAN FIQIH
Dari Kitab Tanbiihat ala Ahkamin Takhtashshu bil Mu`minat
Penulis: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan حفظه الله تعالى
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
أخواتي في الله رحمني ورحمكم الله
Melanjutkan kajian kita tentang fiqih haji khusus bagi wanita, kita memasuki poin berikutnya:
12. Boleh bagi wanita meninggalkan Muzdalifah bersama orang-orang yang berfisik lemah, setelah hilangnya rembulan, lalu melempar jumrah setelah sampai di Mina, karena khawatir berdesak-desakan.
Berkata Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, V/286,
"Tidak mengapa mendahulukan orang-orang yang berfisik lemah dan kaum wanita. Di antara orang yang pernah mendahulukan keluarganya yang berfisik lemah adalah Abdurrahman bin Auf dan juga Aisyah radhiyallahu anhuma. Ini juga pendapat Atha, Ats-Tsauri, Asy-Syafi'i, Abu Tsaur dan ashhab ar-ra'yu rahimahumullah. Kami tidak melihat adanya perbedaan pendapat dalam hal ini, karena dalam hal ini mengandung makna:
Belas kasihan kepada mereka, dan
Menghindarkan mereka dari beratnya berdesak-desakan, dan
Mencontoh apa yang di lakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم." Selesai penukilan dari Al-Mughni.
Berkata Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Athar (5/70),
"Dalil-dalil menunjukkan bahwa waktu melempar jumrah setelah matahari terbit bagi mereka yang tidak ada rukhsah.
Adapun mereka yang mendapat rukhshah seperti kaum wanita dan selainnya (orang tua) yang lemah, boleh melempar jumlah sebelum matahari terbit (yakni di waktu tengah malam)." Selesai penukilan dari Imam Asy-Syaukani rahimahullah.
Berkata Al-Imam An-
Nawawi rahimahullah dalam Majmu (8/120) :
"Berkata Asy-Syafi'i dan pengikut madzhabnya rahimahullah, 'Menurut sunnah, mendahulukan orang-orang lemah dari kaum wanita dan selainnya untuk keluar dari Muzdalifah sebelum terbit fajar, yakni di tengah malam, lalu menuju Mina untuk segera melempat jumrah Aqabah (di tengah malam) sebelum manusia berdesak-desakan. Kemudian disebutkan hadits-hadits sebagai dalil bolehnya hal itu.'"
13. Wanita memotong rambutnya sebagai amalan haji dan umrah, hanya se ujung jari, wanita tidak boleh mencukur habis rambutnya.
Yang dimaksud ujung jari adalah sebatas ruas jari bagian atas.
Berkata Ibn Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni (5/310),
"Disyariatkan bagi wanita memotong rambut bukan mencukur, dan tidak ada khilaf dalam hal ini."
Berkata Ibn Mundzir rahimahullah, "Para ulama sepakat dalam hal ini, karena untuk wanita mencukur itu termasuk 'mencincang' (yang dilarang)."
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda,
ليس على النساء حلق إنما على النساء التقصير
"Tidak ada perintah mencukur rambut bagi wanita, yang wajib bagi wanita memotong rambutnya (ketika haji dan umrah)." (HR. Abu Dawud dan Ad-Darimi)
Dan dari Ali radhiyallahu anhu, ia berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن تحلق المرأة رأسها
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang wanita mencukur habis rambut kepalanya." (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa`i)
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata,
"Hendaknya wanita memotong dari masing-masing kepangan rambutnya seujung jari." Ini pendapat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Asy-Syafi'i, Ishaq dan Abu Tsaur rahimahumullah.
Abu Dawud rahimahullah berkata,
"Saya mendengar Al-Imam Ahmad ditanya tentang wanita, apakah dia memotong dari semua bagian rambut di kepalanya?
Beliau menjawab, 'Ya, hendaknya dia mengumpulkan semua rambutnya ke depan kepalanya, lalu mengambil rambutnya seujung jari dan memotongnya.'"
Catatan pen.:
Untuk mengumpulkan rambut di depan kepala lalu memotongnya di masa sekarang tidak mungkin bisa melakukannya, karena penuhnya jama'ah haji yang lelaki maupun wanita, maka di masa ini bisa dilakukan dengan cara yang mudah dan tanpa melepas jilbab, yakni diambil ujung rambutnya dan dipotong di balik jilbabnya.
Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Majmu (8/150,154),
"Para ulama sepakat bahwa wanita tidak diperintah untuk mencukur rambut, tapi kewajibannya memotong rambut kepalanya, karena mecukur rambut kepala itu bid'ah bagi wanita juga termasuk kategori 'mencincang' yang terlarang."
14. Wanita haidh, apabila dia telah melempar Jumrah Aqabah dan telah memotong ujung rambutnya, maka artinya dia telah bertahallul awal dari ihramnya, dan telah halal baginya apa yang telah diharamkan karena ihram, hanya saja dia belum halal untuk suaminya, maka tidak boleh dia berjima dengan suaminya sampai dia telah melakukan thawaf ifadhah. Jika suaminya menjimainya sebelum thawaf ifadhah, dia wajib membayar fidyah, yaitu menyembelih seekor kambing di Makkah untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di Tanah Suci, karena hak itu terjadi setelah tahallul awwal.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله والحمد لله رب العالمين
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab hafizhahallah pada hari Senin, 7 Dzulhijjah 1436 H / 21 September 2015
-----------------------------
Nisaa` As-Sunnah