KAJIAN KITAB
تَنْبِيْهَاتٌ عَلىَ أَحْكَامٍ تَخْتَصُّ بِا لْمُؤْمِنَاتِ
ﻟﻐﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺻﺎﻟﺢ ﻓﻮﺯﺍﻥ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ
"KETERANGAN TENTANG HUKUM-HUKUM FIQH KHUSUS WANITA MUKMINAH"
Oleh Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺍﻟﺤﻤﺪﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ , ﻭﺍﻟﺼﻠﺎﺓ ﻭﺍﻟﺴﻠﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺍﺻﺤﺎﺑﻪ ﻭﻣﻦ ﻭﺍﻟﺎه , ﺍﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﺃﺧﻮﺍﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺣﻤﻨﻲ ﻭﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ
Kita masih pada hukum aborsi (menggugurkan kandungan).
Berkata Syekh Muhammad bin Ibrahim ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ dalam Majmu' Fatawanya 11/151 :
"Adapun usaha menggugurkan kandungan adalah tidak boleh jika belum jelas kematiannya janin dalam rahim, tapi jika sudah jelas janin sudah mati, maka boleh digugurkan".
Dalam keputusan fatwa Majlis Hai'ah Kibar Ulama no. 140, tanggal 20/06/1407 H, memutuskan sebagai berikut :
1. Tidak boleh menggugurkan kandungan sejak fase pertama sampai seterusnya, kecuali ada alasan syar'i, itupun dalam batasan yang sempit.
2. Jika kandungan dalam fase pertama yakni dalam empat puluh hari pertama, dan penggugurannya dengan alasan syar'i, atau untuk menghindari madhorot, maka boleh menggugurkan.
Tapi jika alasan menggugurkan di fase ini karena khawatir menghadapi kesulitan dalam mendidik anak-anak, atau takut tidak mampu membiayai hidup dan pendidikan untuk anak, atau merasa cukup dengan anak yang ada, maka ini hukumnya tidak boleh.
3. Tidak boleh menggugurkan kandungan jika telah berbentuk 'alaqah (dari setetes air mani, berubah menjadi 'segumpal darah', Pent.), atau berbentuk mudhghah / segumpal daging, sampai tim medis yang tsiqah / terpercaya memutuskan, bahwa jika kehamilan itu diteruskan akan berbahaya bagi keselamatan ibunya yang bisa mengakibatkan kematian si ibu, maka boleh menggugurkannya, setelah ditempuh berbagai usaha medis untuk menghindari bahaya itu tidak berhasil.
4. Setelah fase ke tiga, atau telah sempurna usia kandungan empat bulan, tidak halal menggugurkannya, sampai tim medis spesialis kandungan yang terpercaya memutuskan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu berdampak kematian untuk ibu, hal itupun setelah berbagai usaha dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan ternyata tidak menemukan hasil maksimal.
Rukhsah / keringanan ini dibolehkan, yakni untuk menggugurkan haruslah dengan syarat-syarat diatas.
Hal ini untuk tujuan mencegah bahaya terbesar dari dua macam bahaya, dan untuk mengambil mashlahat terbesar dari dua macam kemaslahatan.
Majlis Hai'ah Kibar Ulama' ketika memutuskan fatwa diatas disertai dengan wasiat untuk bertaqwa kepada Allah dan berhati-hati dalam perkara ini. Hanya Allah yang memberikan taufik, semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.
Dalam kitab Risalah fi Addima' Aththabi'iyyah lin Nisa' yang ditulis Syekh Utsaimin rahimahullah, beliau menjelaskan :
"Jika tujuan pengguguran itu untuk melenyapkan dan memusnahkan, dan ini dilakukan setelah ditiupkan ruh padanya, maka hukumnya haram tidak diragukan, karena telah menghilangkan nyawa tanpa hak, maka ini pembunuhan yang diharamkan menurut Al Qur'an, Sunnah dan Ijma' ." (Hal.60, dalam kitab tersebut). Berkata Imam Aljauzi dalam kitab Ahkamun Nisaa', hal 108-109 : Nikah disyariatkan untuk tujuan memperoleh anak keturunan. Dan tidaklah setiap air mani yang keluar dapat menjadi anak, karena itu jika mani telah masuk rahim dan berbentuk, berarti telah tercapai tujuan. Maka sengaja menggugurkan adalah menyalahi hikmah pernikahan. Jika digugurkan pada awal fase kehamilan, yakni sebelum ditiupkan ruh, maka ini adalah dosa besar, karena embrio itu terus tumbuh berkembang menuju kesempurnaan bentuk, hanya saja fase ini lebih ringan dosanya daripada setelah fase ditiupkannya ruh. Jika sengaja menggugurkan setelah ditiupkannya ruh, maka hukumnya sama dengan membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Jika tujuan pengguguran itu untuk melenyapkan dan memusnahkan, dan ini dilakukan setelah ditiupkan ruh padanya, maka hukumnya haram tidak diragukan, karena telah menghilangkan nyawa tanpa hak, maka ini pembunuhan yang diharamkan menurut Al Qur'an, Sunnah dan Ijma' ." (Hal.60, dalam kitab tersebut). Berkata Imam Aljauzi dalam kitab Ahkamun Nisaa', hal 108-109 : Nikah disyariatkan untuk tujuan memperoleh anak keturunan. Dan tidaklah setiap air mani yang keluar dapat menjadi anak, karena itu jika mani telah masuk rahim dan berbentuk, berarti telah tercapai tujuan. Maka sengaja menggugurkan adalah menyalahi hikmah pernikahan. Jika digugurkan pada awal fase kehamilan, yakni sebelum ditiupkan ruh, maka ini adalah dosa besar, karena embrio itu terus tumbuh berkembang menuju kesempurnaan bentuk, hanya saja fase ini lebih ringan dosanya daripada setelah fase ditiupkannya ruh. Jika sengaja menggugurkan setelah ditiupkannya ruh, maka hukumnya sama dengan membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(وَإِذَاٱلْمَوءُ،دَةُ سُئِلَتْ (٨) بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (٩
"Apabila bayi-bayi wanita yang dikubur hidup-hidup itu ditanya.
Atas dosa apakah dia dibunuh." [QS. At-Takwir 8 - 9]
Wahai saudaraku sesama muslimah, bertaqwalah kepada Allah, janganlah nekat memberanikan diri melakukan dosa besar ini dengan alasan dan tujuan apapun yang tidak syar'i. Jangan pula tertipu oleh propaganda yang sesat dan menyesatkan, atau mengikuti tradisi batil yang tidak berdasarkan akal sehat maupun agama.
Bersambung in sya Allah.
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
Diterjemahkan oleh:
Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab Ali Bahmid hafizhahallah
WA Nisaa' As-Sunnah.